Millenial, seriously(?)



Selamat datang.

Di abad ke-21.

Perkenalkan, saya manusia yang hidup di zaman ini.

Dunia sedang 'ngeri-ngerinya'.

Alam sedang ‘sakit-sakitnya’.

Makhluk di dalamnya pun semakin ‘menjadi-jadi’.

Menghewankan 'manusia'.

Membunuh sesama 'manusia'.

Melupakan jati diri sebagai seorang 'manusia'.

Orang-orang sibuk mempermasalahkan hal-hal yang ‘seharusnya’ tidak menjadi masalah.

Mengomentari hal-hal yang ‘sebenarnya’ tidak penting.

Mudah berbicara tanpa mempertimbangkan ‘pertanggung jawabannya’.

Menghujat sesuatu yang dianggap ‘berbeda’ dengan pandangannya.

Merasa ‘paling benar’ hingga menyalahkan pihak yang lain. Seakan-akan menjadi korban, namun kenyataannya merupakan ‘tersangka’.

Mencurangi orang lain demi keuntungan ‘diri sendiri’.

Mendahulukan otot daripada ‘otak’.

Memaksakan diri agar tidak dinilai ‘ketinggalan zaman’.

Membuat kerusuhan dan mencari lawan untuk pembuktian ‘kehebatan diri’.

Mengadu domba demi sebuah ‘popularitas’. Menuhankan popularitas dengan menghalalkan segala cara.

Memilih ‘mendokumentasikan’ kecelakaan dibandingkan membantu korban kecelakaan.

Meneladani sosok-sosok yang belum tentu ‘ahli’ atau hanya setengah-setengah.

Sesungguhnya sebaik-baiknya sosok untuk diteladani adalah Rasulullah SAW.

Hal-hal di atas nampaknya terjadi karena kurangnya edukasi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Apa sih yang dicari?

Mudah marah, mudah tersinggung, mudah berdebat, mudah menghakimi, mudah mengeluh, mudah berburuk sangka, mudah kufur, dan masih banyak lagi.

Tapi sulit memaafkan, sulit meminta maaf, sulit menghargai, sulit mengalah, sulit memahami, sulit bersabar, sulit berbaik sangka, sulit bersyukur, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya kita hidup untuk apa? Untuk siapa? Tujuannya apa?

Butuh berapa tahun lagi untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya?

Butuh cobaan apalagi untuk membuat sadar?

Reminder:

Penilaian makhluk tidak berarti apa-apa, kosong. Apakah hinaan makhluk akan memengaruhi kemuliaan seorang hamba di hadapan Allah? Apakah pujian makhluk berarti pujian Allah juga?

Seyogyanya pujian hanya akan membuat lalai. Apa keuntungan yang didapat? Sebatas rasa puas, bangga, dan bahagia? Pujian bahkan seringkali membuat besar kepala.

Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Mengetahui, baik yang kita tampakkan atau yang kita sembunyikan sekalipun. Apa yang bisa dibanggakan di hadapan-Nya? Penilaian Allah tidak didasarkan pada ucapan atau perbuatan, namun pada niat dalam hati yang bersangkutan.

Ucapan yang baik, apabila niatnya ingin riya dan dipuji orang lain, tidak bernilai sama sekali.

Perbuatan baik, apabila niatnya ingin riya dan dipuji orang lain, tidak bernilai juga.

Maka, sempurnakanlah ketiganya. Niat, ucapan, dan perbuatan haruslah baik dan sejalan.

Sekian. 

Comments